Halaman
Sejarah
Otto Iskandardinata: Si Jalak Harupat, Perintis Kemerdekaan dan Pembela Rakyat
Otto Iskandardinata, atau yang akrab dijuluki “Si Jalak Harupat” (burung jalak yang berani, merujuk pada keberaniannya yang luar biasa), adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berperan penting dalam perjuangan pra-kemerdekaan hingga awal kemerdekaan. Ia dikenal sebagai orator ulung, politikus yang gigih, dan pembela hak-hak rakyat kecil. Kisah hidupnya, meski berakhir tragis, menjadi inspirasi bagi banyak pejuang kemerdekaan.
Latar Belakang dan Kehidupan Awal
Otto Iskandardinata dilahirkan pada tanggal 21 Maret 1897 di Bojongsoang, Dayeuhkolot, Bandung, Jawa Barat. Ia berasal dari keluarga priyayi Sunda yang cukup terpandang. Ayahnya bernama R.H. Suriadipraja.
Otto menempuh pendidikan dasar di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Bandung, kemudian melanjutkan ke Kweekschool (Sekolah Guru) di Bandung, dan lulus pada tahun 1917. Setelah itu, ia sempat melanjutkan pendidikan di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah, dan lulus pada tahun 1920.
Dengan bekal pendidikan yang baik, Otto kemudian berprofesi sebagai guru. Ia mengajar di HIS Bandung, lalu di HIS Banjarnegara, dan akhirnya menjadi kepala sekolah di HIS Pekalongan. Selama menjadi guru, Otto dikenal sebagai sosok yang cerdas, berwawasan luas, dan memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib rakyat pribumi yang tertindas oleh kolonialisme.
Aktivisme Pergerakan Nasional
Jiwa nasionalisme Otto Iskandardinata mulai terlihat jelas ketika ia aktif di berbagai organisasi pergerakan nasional:
- Paguyuban Pasundan: Otto bergabung dengan Paguyuban Pasundan, sebuah organisasi budaya dan sosial Sunda yang kemudian berkembang menjadi organisasi politik. Di sini, ia menunjukkan kemampuan berorganisasi dan berpidato yang memukau. Ia menjadi Ketua Paguyuban Pasundan pada periode 1929-1942. Di bawah kepemimpinannya, Paguyuban Pasundan tidak hanya fokus pada budaya, tetapi juga memperjuangkan hak-hak politik dan ekonomi rakyat Sunda serta Bumiputera pada umumnya.
- Volksraad (Dewan Rakyat): Pada tahun 1931, Otto Iskandardinata terpilih sebagai anggota Volksraad, parlemen semu Hindia Belanda. Di Volksraad, Otto dikenal sebagai anggota yang vokal dan kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang merugikan rakyat Indonesia. Ia seringkali menyampaikan pidato-pidato berapi-api yang membela kaum pribumi, menuntut perbaikan nasib petani, buruh, dan masyarakat kecil. Keberaniannya menyuarakan kebenaran di forum yang didominasi Belanda inilah yang membuatnya mendapat julukan “Si Jalak Harupat”.
- Surat Kabar Tjahaja: Selain di organisasi dan parlemen, Otto juga aktif di dunia pers. Ia pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar Tjahaja yang berpusat di Bandung pada masa pendudukan Jepang. Melalui media ini, ia terus menyebarkan semangat nasionalisme dan mempersiapkan mental rakyat untuk kemerdekaan.
Masa Pendudukan Jepang dan Peran dalam Persiapan Kemerdekaan
Selama pendudukan Jepang (1942-1945), Otto Iskandardinata tetap melanjutkan perjuangannya, meski dalam strategi yang berbeda. Jepang, yang awalnya disambut sebagai “saudara tua”, ternyata juga melakukan penindasan. Otto memanfaatkan ruang gerak yang ada untuk terus menggalang kekuatan dan menyemai benih-benih kemerdekaan.
Ia menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk Jepang pada tahun 1945. Di BPUPKI, Otto aktif dalam perumusan dasar negara Indonesia merdeka. Selanjutnya, ia juga menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu terkait proklamasi kemerdekaan.
Dalam sidang-sidang PPKI, Otto Iskandardinata memberikan sumbangsih pemikiran yang besar, terutama dalam pembahasan Undang-Undang Dasar. Ia adalah salah satu tokoh yang mendesak agar Republik Indonesia segera diproklamasikan dan pemerintahan yang kuat segera dibentuk.
Peran Pasca-Proklamasi dan Tragedi Akhir Hayat
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Otto Iskandardinata diangkat menjadi Menteri Negara dalam Kabinet Presidensial pertama. Peran ini sangat penting mengingat kondisi negara yang baru merdeka dan harus menghadapi ancaman kembalinya Belanda. Sebagai Menteri Negara, ia bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan berbagai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan pembentukan badan-badan negara yang diperlukan.
Namun, di tengah semangat revolusi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Otto Iskandardinata harus menghadapi takdir yang tragis. Pada sekitar bulan Desember 1945, ia diculik oleh sekelompok orang yang dikenal sebagai “Laskar Hitam” atau “Gerakan Republik Indonesia” di Tangerang. Motif penculikan ini masih menjadi misteri hingga kini, namun diduga kuat berkaitan dengan intrik politik dan persaingan kekuasaan di awal revolusi, atau tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
Ia diyakini tewas dibunuh di daerah Mauk, Tangerang, pada sekitar 20 Desember 1945. Jasadnya tidak pernah ditemukan. Kematian Otto Iskandardinata menjadi salah satu misteri kelam dalam sejarah awal kemerdekaan Indonesia.
Warisan dan Penghargaan
Meskipun jasadnya tidak pernah ditemukan dan kematiannya penuh misteri, jasa-jasa Otto Iskandardinata diakui tinggi oleh negara:
- Pahlawan Nasional: Pada tanggal 6 November 1973, pemerintah Indonesia secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Otto Iskandardinata.
- “Si Jalak Harupat”: Julukan ini tetap melekat dan menjadi simbol keberanian serta ketegasan dalam membela kebenaran. Namanya diabadikan menjadi nama stadion olahraga terbesar di Kabupaten Bandung, yaitu Stadion Si Jalak Harupat.
- Monumen dan Patung: Berbagai monumen dan patung Otto Iskandardinata didirikan di beberapa tempat di Jawa Barat untuk mengenang jasa-jasanya.
Otto Iskandardinata adalah figur yang mendedikasikan hidupnya untuk kebebasan dan kemajuan bangsanya. Dari seorang guru hingga menjadi politikus di Volksraad dan Menteri Negara pertama, ia selalu berjuang dengan gagah berani untuk hak-hak rakyat dan kemerdekaan Indonesia. Kisah hidupnya adalah pengingat akan semangat juang yang tak pernah padam demi terwujudnya Indonesia merdeka.